Menumbuhkan Karakter Kesopanan Siswa Melalui Pelajaran Bahasa Jawa
Globalisasi telah membawa dampak signifikan terhadap pergeseran nilai keluhuran bangsa Indonesia. Di mana bangsa kita mahsyur dengan sikap adab dan kesopanannya, mau tak mau generasi kita saat ini banyak yang mengikuti budaya kebarat-baratan. Ironis memang, sikap luhur yang selama ini melekat dengan bangsa Indonesia, perlahan tapi pasti mulai kehilangan jati dirinya. Generasi saat ini lebih bangga bergaya hidup kebarat-baratan daripada memegang teguh budaya sendiri. Tentu sudah banyak contoh yang sering kita lihat seperti halnya budaya Korea yang sudah melekat pada generasi muda saat ini.
Peran media dalam memberitakan sikap dan gaya hidup barat secara kuat terbukti mampu mempengaruhi generasi kita. Salah satu efek dari globalisasi yang paling terlihat adalah penurunan moral dan adab kesopanan generasi kita, khususnya siswa SMA. Jika kita mencermati secara psikologis, usia SMA (Sekolah Menengah Aas) yang secara usia berkisar dari 14 – 17 tahun, merupakan masa remaja. Pada masa ini, siswa SMA akan mencari jati diri mereka. naik turunnya emosi merupakan sifat alamiah yang akan mereka lalui. Mereka juga akan menyerap segala pengaruh yang dilihat, kemudian menerapkan pengaruh tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, banyak siswa SMA yang mulai meninggalkan budaya dan adab ketimuran.
Indonesia merupakan negara dengan keberagaman suku bangasa terbesar di dunia. Kemajemukan suku bangsa tersebut tersebar dari Sabang hingga Merauke. Keberagaman suku bangsa di Indonesia bukan menjadi sebuah sekat pembeda, namun sebagai wujud keberagaman yang menjadi identitas bangsa. Di mana identitas bangsa ini adalah bermuara pada menjunjung tinggi nilai kesopanan. Apapun suku bangsa yang ada di Indonesia, akan selalu mengedepankan kesopanan dalam praktik sehari-hari. Salah satunya adalah suku Jawa. Suku jawa sendiri tersebar di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Keragaman yang ada di Indonesia tak lantas hanya sebagai sebuah bentuk kemajemukan anak bangsa saja, melainkan sebagai identitas bangsa kita. Sebagi sebuah identitas, maka pelestarian budaya tersebut harus secara terus-menerus dilaksanakan. Salah satunya adalah memasukkan keberagaman suku bangsa tersebut dalam muatan pelajaran di sekolah. Suku Jawa maka muatan pelajaran wajibnya adalah bahasa Jawa, suku Sunda maka muatan pelajaran wajibnya adalah bahasa Sunda, begitu seterusnya. Hal ini berguna untuk mewariskan budaya luhur nenek moyang bangsa ini kepada generasi penerus, salah satunya siswa SMA.
Peran pelajaran Bahasa Jawa guna menjadi benteng arus globalisasi sangatlah strategis. Di mana seperti yang kita ketahui, bahasa jawa (budaya jawa) memiliki strata-strata dalam pengklasifikasian ujaran. Kita tidak boleh asal bicara menggunakan bahasa jawa kepada siapapun orang, namun harus memperhatikan jenjang usia lawan bicara. Ini merupakan sebuah contoh kesopanan dalam sebuah ucapan. Suku jawa sangat menjunjung tinggi nilai kesopanan. Bahkan ada sebuah pepatah mengatakan “dahulukan adab sebelum ilmu”, artinya sebelum mencari atau mempelajari ilmu, maka seorang pelajar harus mendahulukan adab (kesopanan).
Membicarakan peran pelajaran bahasa jawa dalam mengembalikan nilai kesopanan siswa SMA amatlah penting. Adi Sumarto (dalam Suharti, 2001: 69), menyatakan bahwa dalam bahasa jawa, unggah ungguh jawa adalah sopan santun, etika, tatasusila, dan tata krama dalam berbahasa jawa. Dari penyataan di atas dapat diambil kesimpulan jika unggah-ungguh dalam bahasa jawa tidak sebatas ragam bahasa (ngoko-krama), namun juga mengandung nilai kesopanan yang menjadi karakter masyarakat timur (Ariyani).
Pendidikan unggah-ungguh sendiri merupakan sebuah usaha dari kesadaran seseorang melalui proses pengembangan dalam berpikir, bersikap, dan perilaku tata krama sehingga terbentuk pola pikir, sikap, dan perilaku yang berakhlak mulia, bertingkah laku yang sopan, santun, serta mandiri (Wikipedia.com). Dengan kata lain, pendidikan unggah-ungguh adalah sebuah usaha sadar membiasakan masyarakat dalam hal ini siswa SMA dalam berpikir, bersikap, berlaku yang memuat kerangka tata krama sehingga menghasilkan suatu akhlak yang mulia. Tujuan dari pendidikan karakter adalah menanamkan nilai moral kepada siswa SMA agar bertingkah laku sopan, santun, dan mandiri.
Dengan pandangan di atas, tentu peran pelajaran bahasa jawa bagi siswa SMA sangatlah penting. Di mana dengan pelajaran bahasa jawa, siswa SMA dibentuk dan dibiasakan untuk selalu mengedepankan unggah-ungguh, baik dalam berbicara maupun bersikap. Guru Bahasa Jawa SMA harus secara terus-menerus mengkampanyekan budaya berbahasa krama. Mengingat naik turunnya emosi serta rasa ingin tahu mereka jika tidak diarahkan pada hal yang positif akan berujung pada penurunan moral. Selain itu pemberian tuladha (contoh) bersikap juga harus ditekankan agar siswa dapat meniru apa yang sudah diajarkan guru.
Pemberian bekal tentang adab berbicara yang sopan dengan orang yang lebih tua atau menggunakan bahasa ngoko kepada teman sebaya menjadi poin penting dalam pelajaran bahasa jawa di samping muatan lainnya. Hal ini dirasa penting sebab pada pelajaran tata krama berbahasa, siswa akan dihadapkan langsung pada kondisi masyarakat. Di mana mereka dapat mempraktikkan langsung apa yang sudah mereka pelajari di sekolah. Bagaimana cara berbicara siswa kepada bapak ibu atau orang yang lebih tua, apakah masih menggunakan bahasa ngoko atau sudah menggunakan bahasa krama. Sebab pada tahap inilah, seseorang akan dinilai memiliki kesopanan ataupun tidak.
Selain pada ujaran, bentuk kesopanan selanjutnya yang harus dimiliki siswa setelah belajar bahasa jawa adalah dalam tindakan. Dalam adab jawa, jika kita berjalan di antara orang yang lebih tua harus sedikit membungkukkan badan dan berucap ‘nderek langkung’ (permisi). Hal inilah yang kerap tidak kita temui pada siswa SMA di pedesaan ataupun perkotaan. Penanaman kembali sikap seperti ini harus benar-benar digiatkan. Budaya ‘ngajeni’ (menghormati) merupakan budaya kita sebagai bangsa timur.
Tentu kita miris jika melihat generasi kita semakin digerus arus globalisasi. Namun pengoptimalan pelajaran daerah akan sangat membantu dalam proses rekontruksi nilai kesopanan siswa SMA. Pelajaran Bahasa Jawa harus memberikan ‘tuladha’ nyata dalam kehidupan siswa SMA. Sehingga apa yang menjadi jati diri bangsa ini tetap lestari apapun kondisi zamannya. Semoga budaya sopan negri ini tetap terjaga.
https://id.wikipedia.org/wiki/
Suharti.,2001,Pembiasaan Berbahasa Jawa Krama dalam Keluarga Sebagai Sarana Pendidikan Sopan Santun. Makalah Konggres. Yogyakarta: Konggres Bahasa Jawa III.
Ariyani . 2021. Membangun Karakter Siswa Melalui Pembelajaran Bahasa Jawa . http://www.majalahlarise.com/2021/08/membangun-karakter-siswa-melalui.html.
Tinggalkan Komentar